“MENGALAH”

<Rabu, 15 Juni 2016 OOR 08:21>

Sepasang suami isteri sepakat untuk menikmati makan malam di sebuah restoran yang menyajikan menu seafood. Sang isteri memesan beberapa menu makanan spesial yang tersedia di restoran ini.

Mereka begitu asyik melahap semua hidangan yang tersedia hingga bersih tuntas. Saat hendak membayar bill makanan, muncullah masalah yang tidak terduga. Ternyata dompet sang suami tertinggal di rumah.

Suami : “Sayang, tadi ada mengambil dompet saya yang terletak di atas meja?”

Isteri : “Tidak sayang. Lagipula kamu tidak memberi pesan kepada saya untuk mengambilnya…”

Suami : “Itulah kamu… Terus menerus main hape, sehingga apa yang saya sampaikan, tidak kamu dengar…”

Isteri : “Saya benar-benar tidak mendengarnya. Mungkin kamu lupa memberitahu. Jika saya dengar, pasti saya akan mengambil dompet kamu…”

Suami : “Lain kali, kalau saya sedang berbicara kepada kamu, hapenya disimpan dulu…”

Isteri mulai sewot : “Kok jadinya sekarang kamu menuduh saya..? Semua ini jelas salah kamu…”

Suami : “Iya, tapi kamu jangan terus menerus main hape, pikiran kamu semuanya ada di hape…”

Sang isteri mulai terlihat emosi dan tidak menerima tuduhan suaminya. Mukanya memerah dan alis buatannya mulai meninggi.

Sang suami melihat gelagat isterinya yang mulai menunjukkan amarah dan situasi berkembang menjurus ke arah yang tidak baik. Untuk menghindari pertengkaran lebih parah, akhirnya sang suami bersedia untuk mengalah.

Suami : “Iya benar… Lain kali saya harus lebih teliti lagi. Bonnya kamu bayar, ntar sampai di rumah saya balikin uang kamu. Maafkan diriku yah…”

Sepenggal cerita di atas, menggambarkan betapa seringnya kita terlibat dalam pertengkaran untuk masalah yang sangat sepele. Jika saja sang suami tetap ngotot dengan pendiriannya yang benar, maka dapat dipastikan akan tercipta “perang dunia ketiga” dalam bahtera rumah tangga mereka.

Sobatku yang budiman…

Kadang-kadang kita harus mengalah meskipun kita berada di pihak benar. Dengan menurunkan “gengsi dan arogansi” untuk mengalah bukan lantas menunjukkan bahwa kita adalah manusia yang lemah. Sebaliknya orang yang mau mengalah adalah seorang yang kuat sebab dia sanggup mengalahkan egonya. 

Jika dengan sedikit mengalah, semua masalah dapat terselesaikan, lalu mengapa kita tidak mau melakukannya? Apalagi dengan tujuan untuk menghindari percekcokan dengan orang yang kita sayangi.

Begitu banyak hubungan pertemanan dan rumah tangga yang hancur karena saling mempertahankan kebenaran masing-masing. Bila tidak ada yang mau mengalah, maka semuanya akan hancur dan membawa kerugian di kedua belah pihak.

Mencoba untuk mengalah, memang tidak mudah. Itu manusiawi sekali. Selain harus menyingkirkan ego pribadi, sikap mengalah juga membutuhkan kerendahan hati. 

Orang yang mau mengalah adalah orang yang dipenuhi rasa cinta kasih, sebab dia tidak mengharapkan hilangnya sahabat atau orang yang dikasihinya. 

Mengalah bukan berarti kalah namun sebenarnya kita telah memenangkan orang lain dan diri kita sendiri. 

Jadi, tidak ada salahnya bila kita semua menyetujui istilah “mengalah untuk menang”.

#firmanbossini obrolanbeken.wordpress.com m.facebook.com/firman.bekenmedia

This entry was posted in KISAH INSPIRATIF. Bookmark the permalink.

Leave a comment